Gereja
Sion disebut juga Portugeesche Buitenkerk yang artinya Gereja Portugis di luar
tembok kota, dan semasa Hindia Belanda menguasai Batavia, Gereja ini disebut
dengan Belkita. Setelah mengambil alih pendudukan dari Portugis, Belanda
membangun tembok sebagai batas pertahanan kota, dimana Gereja Sion sendiri
berada di luar tembok itu sementara gereja Portugis lainnya berada di bagian
dalam tembok. Itulah sebabnya nama Gereja Sion disebut Portugeesche Buitenkerk,
yang artinya Gereja Portugis di luar tembok kota.
Disisi
lain, gereja yang kini bernama Gereja Sion dibangun sebagai pengganti sebuah
gereja yang tadinya berbentuk pondok terbuka yang sangat sederhana. Pondok itu
sudah tak memadai lagi untuk digunakan sebagai tempat untuk beribadah bagi
warga Portugis Madijkers, warga berstatus tawanan yang dibawa dari Malaya dan
India. Warga Portugis itu dibawa ke Batavia oleh VOC seiring dengan jatuhnya
kekuasaan Portugis di India, Malaya, Sri Lanka dan Maluku.
Pada
masa pendudukan Jepang (Dai Nippon), bala tentaranya ingin menjadikan gereja
ini tempat penyimpanan abu tentara yang gugur, namun hal itu tidak sempat
terlaksana sebab Indonesia segera merdeka. Setelah bertekuk lutut kepada sekutu
pada perang dunia kedua, Jepang kemudian meninggalkan Indonesia dan seiring
dengan itu, Portugeesche Buitenkerk kemudian berganti nama menjadi Gereja
Portugis.
Peralihan
kekuasaan yang terjadi setelah Indonesia merdeka, dari penjajah kepada
pemerintah Indonesia, juga terjadi pada Gereja Portugis. Pemerintah Belanda
kemudian mempercayakan pengelolaan gereja kepada Gereja-gereja Protestan di
Indonesia atau GPI sebagai lembaga yang melayani di Wilayah Indonesia Bagian
Barat dan pengelolaannya diemban Gereja Protestan Indonesia bagian Barat
(GPIB).
Itulah sebabnya pada persidangan Sinode GPIB tahun 1957 Gereja Portugis, diputuskan untuk diberi nama GPIB Jemaat Sion. Dan sejak saat itu, masyarakat mengenal bangunan itu dengan Gereja Sion. Sion sendiri berasal dari nama sebuah bukit di daerah Palestina berbahasa Ibrani dan merupakan lambang keselamtan pada Bangsa Israel kuno. Pada 1984, halaman gereja menyembpit karena harus mengalah pada kepentingan pelebaran jalan.
Itulah sebabnya pada persidangan Sinode GPIB tahun 1957 Gereja Portugis, diputuskan untuk diberi nama GPIB Jemaat Sion. Dan sejak saat itu, masyarakat mengenal bangunan itu dengan Gereja Sion. Sion sendiri berasal dari nama sebuah bukit di daerah Palestina berbahasa Ibrani dan merupakan lambang keselamtan pada Bangsa Israel kuno. Pada 1984, halaman gereja menyembpit karena harus mengalah pada kepentingan pelebaran jalan.
Gereja
Portugis atau Gereja Sion, dibangun diatas 10.000 (sepuluh ribu) batang kayu
dolken atau kayu balok bundar sebagai pondasi. Konstruksi itu, dirancang oleh
Ewout Verhagen seorang Belanda yang berasal dari kota Rotterdam, yang
mendirikan bangunan gereja dari batu-bata yang direkatkan dengan campuran pasir
dan gula tahan panas. Bangunan gereja yang berbentuk persegi empat itu,
berukuran dengan luas total 24 X 32 meter, berdiri di atas sebidang tanah
seluas 6.275 (enam ribu dua ratus tujuh puluh lima) meter persegi.
Demikian
sekilas informasi terkait dengan Gereja Portugis, yang telah ditetapkan menjadi
bangunan gereja yang dilindungi pemerintah, berdasarkan SK Gubernur DKI Jakarta
CB/11/1/12/1972 ... !